Jumat, 11 November 2011

Fenomena Gelombang Pasang Bono di Muara Sungai Kampar

Abstract
When a river mouth has a flat converging shape and when the tidal is relatively high, the river may existence a tidal bore. A tidal bore found at Kampar River, called Bono, is basically a positive surge may travel long distances upstream about 60 km of the mouth. The occurrence of a bore has a significant impact on river systems.
To understand flow characteristic where Bono exist, the hydraulic analysis is intended to recognize the water phenomenon throughout the observed Kampar River under the averaged velocities and the tides. The hydraulic analysis is carried out using HecRAS software. The hydraulic simulation gives information about water surface profile, velocity, and flow through the channel. Water surface fluctuations, resulting from simulation, are overlied wih field data.
Bono phenomenon can be analog as undular hydraulics jump in steady state conditions, suggesting high shear stresses beneath the first wave crest. Consequently bed erosion and scour take place beneath the bore front while suspended matters may be carried upwards in the following wave motion. This sediment transport may affect changes of river morphology; creates some small islands in the river and bank erosion near Muda Island and mouth of Serkap River. These sediment deposits can be explored, however this sand mining should be managed and arranged to maintain the existence of Tidal Bore Bono. Flow simulation using Hec RAS model predicts flow fluctuations at same places where tidal bores Bono impact also significantly on ecosystems. Water Salinity near Muda Island is raised significantly 3 hours after the highest Tidal at Kampar Mouth, following near Sei Serkap an hour later. However at Tanjung Rengas, increasing of salinity is not important.
Keywords: Tidal Bore, Bono, River morphology, Salinity

*) Staf pengajar Teknik Sipil dan Lingkungan F.Teknik UGM

1. Pendahuluan
Di Propinsi Riau terdapat 4 sungai yang sumber airnya berasal dari Bukit Barisan yang membentang di sepanjang Pulau Sumatera dan bermuara di pantai timur Sumatra. Ke-4 sungai tersebut adalah Sungai Rokan, Sungai Siak, Sungai Kampar, dan Sungai Indragiri.  Dari keempat sungai yang ada di Riau Daratan tersebut salah satunya memiliki potensi yang unik yang bisa dikembangkan untuk kepentingan Pengelolaan Sumber Daya Air dan ataupun kepentingan penelitian, dimana peristiwa yang sering disebut orang setempat sebagai Bono, sering terjadi di muara sungai Kampar dan telah menelan korban jiwa dan harta benda akibat hempasan gelombang Bono. Sampai saat ini peristiwa Bono tersebut masih merupakan teka teki penduduk dan masyarakat umum lainnya, dan oleh sebagian masyarakat berpendapat bahwa peristiwa Bono berhubungan erat dengan sejarah jaman Belanda.
Bono merupakan fenomena alam yang karena kondisi di muara sungainya terjadi pendangkalan berat sehingga ketika air pasang datang dari laut, air pasang tidak dapat bergerak ke hulu dengan lancar namun tercegah oleh endapan dan bentuk muara sungai yang menguncup. Bono merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh gelombang pasang surut yang bertemu dengan arus Sungai Kampar. Kondisi muara yang berbentuk ’V’ memungkinkan pertemuan kedua macam arus tersebut, yaitu arus pasang dan arus sungai dari hulu, membangkitkan terbentuknya Bono. Gelombang Bono termasuk dalam kategori Tidal Bore, yaitu fenomena hidrodinamika yang terkait dengan pergerakan massa air dimana gelombang pasang menjalar menuju ke hulu dengan kekuatan yang bersifat merusak. Tidak semua muara sungai ataupun teluk bisa membangkitkan gelombang pasang semacam Bono. Catatan yang pernah ada sebagaimana dilaporkan TBRS (Tidal Bore Research Society), Bore yang terjadi di buy of Fundy Canada adalah tertinggi dari lebih seratus kejadian bono yang di pantau di 60 tempat di seluruh dunia. Beberapa fenomena yang pernah terjadi di negara lain (Donnelly dan H. Chanson, 2002) , seperti di Batang Lumpar (Malaysia), Sungai Siene (Francis), Sungai Shubenacadie dan Sungai Stewackie (Canada), Sungai Yang Tse-Kiang dan Sungai Hangzhou (Hangchow) di China, Bore di Sungai Amazon (pororoca) di Brazil, tidal bore di Sungai Seine (mascaret) di Perancis, dan Tidal Bore Hoogly di Sungai Gangga.  
2. Landasan Teori
Pasangsurut yang ada di Muara Sungai Kampar mempunyai tinggi gelombang sekitar 4 m (Deshidros, 2006). Pasang surut tersebut berupa pasang surut tipe Campuran Condong ke Harian Ganda, dimana dalam 1 hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi pasang surut yang pertama dan kedua berbeda. Periode gelombang pasang surut sekitar 12 jam 25 menit.
Di Sungai Kampar, muara sungai berbentuk seperti huruf "V", massa air masuk melalui mulut teluk yang lebar kemudian tertahan, hingga air laut pasang memenuhi kawasan muara. Massa air yang terkumpul kemudian terdorong kearah hulu yang menyebabkan semacam efek tekanan kuat ketika melewati areal yang menyempit dan dangkal secara konstan di mulut teluk. Keadaan ini memunculkan gelombang yang bervariasi di hulu teluk, dari hanya berupa gelombang-gelombang kecil hingga beberapa meter ketinggiannya.
Gambar berikut memberikan skema terjadinya ‘Bore Bono’, yang merupakan interaksi antara arus air pasang di muara Sungai Kampar dengan arus air Sungai Kampar.

 
Gambar 1. Skema terbentuknya Bore Bono di muara Sungai (Chanson, H, 2003)


Di muara Sungai Kampar, kecepatan gelombang dapat lebih rendah dibandingkan kecepatan arus sungai yang berasal dari hulu sungai. Hal ini berakibat pada terhambatnya gerakan gelombang pasang dari laut, yang berakibat pada naiknya muka air dari muara, sehingga terbentuk Tidal Bore ‘Bono’. Gelombang Bono bergerak ke hulu sampai ke Tanjung Pungai yang berjarak sekitar 60 km dari muara.
Di Provinsi Riau, fenomena Bono dapat ditemukan di samping di muara Sungai Kampar, juga di Sungai Kubu, Kabupaten Rokan Hilir.  Menurut masyarakat ditepi Sungai Rokan dan Sungai Kampar  bagian muara, tinggi Bono di sungai ini bisa mencapai 4‑6 meter. Kejadian bono ini merupakan gelombang pasang yang amat kencang dan secara mendadak meningkatkan permukaan air sungai.
Munculnya gelombang Bono menimbulkan pengaruh yang signifikan terhadap system estuary/muara Sungai Kampar.  Pengaruh fenomena alam yang terjadi di sepanjang Sungai Kampar dan perairan sekitar muara Sungai Kampar, telah menimbulkan angkutan pasir yang cukup besar dan terjadi pengendapan di sekitar Pulau Muda, dan pulau Mendol. Endapan pasir yang terjadi dibeberapa tempat di Sungai Kampar dan perairan sekitar muaranya merupakan potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan, akan tetapi perlu dikaji lebih jauh pemanfaatan Pasir tersebut terhadap lingkungan dan keberadaan Bono. Erosi dasar dan gerusan local terjadi di bawah Bono. Material hasil gerusan ini dibawa oleh Gelombang Bono ke hulu, dan didepositkan saat kondisi kecepatan melemah akibat bertemunya arus pasang dangan arus sungai. 
Seperti telah dijelaskan di depan Bono merupakan Tidal Bore yang menjalar dari muara menuju ke hulu. Gambar 2 berikut merupakan skema interaksi antara gelombang pasang dari laut dan arus sungai, membentuk Tidal Bore. Sungai mempunyai kecepatan aliran sebesar V1 dengan kedalaman d1, setelah bertemu arus pasang kedalaman aliran berubah menjadi d2 dan kecepatan aliran mengecil menjadi V2.
Karakteristik Tidal Bore yang bersifat tidak permanen (unsteady flow), disimplifikasi menjadi kondisi permanen dengan kondisi aliran diberikan pada skema sebelah kiri dari Gambar 3.


Gambar 2. Skema interaksi Arus Pasang dengan Arus Sungai
Jika kecepatan penjalaran Bore sebesar Cs, dan kajian dilakukan relatif terhadap penjalaran Bore, maka skema bagian kanan dari Gambar 3 dapat dipakai sebagai acuan.

Gambar 3. Simplifikasi Bore pada kondisi Aliran Permanen

Gambar 3. sebelah kanan menunjukkan kondisi aliran stasioner yang dapat di analogikan dengan fenomena Undular Hydraulic Jump.  DONNELLY C. dan H. CHANSON, 2005 melakukan eksperimen di kanal dengan Loncat Hidraulis tipe Undular, dilakukan dengan angka Froud 1,25 dan 1,6. Skema penelitian diberikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Skema Penelitian di Laboratorium (C.DONNELLY and H.CHANSON, 2005)
Hasil penelitian menunjukkan terjadinya pusaran di dekat dasar pada gelombang yang pertama (paling depan). Penelitian juga dilakukan dengan mengkaji kondisi distribusi kecepatan dan besarnya Tegangan Geser di dekat dasar di bawah Undular Hydraulic Jump. Dari hasil penelitian diperlihatkan tegangan geser di dekat dasar di lokasi Bore yang paling depan membesar, sehingga potensial untuk menggerus dasar sungai. Erosi dasar sungai terjadi di bawah Gelombang Bore yang paling depan, sedangkan gelombang dibelakangnya mengangkut material suspensi, dibawa ke hulu dan diendapkan di lokasi dimana kecepatan aliran mengecil.

3. Metodologi
Penelitian terhadap fenomena gelombang pasang Bono dilakukan berdasarkan data sekunder, yang meliputi:
- Data hasil pengukuran bathimetri oleh PT. Puser Bumi tahun 2006
- Data pasang surut yang diperoleh dari Deshidros
- Data salinitas dari Balitbang Riau tahun 2005
- Peta RBI dari Bakosurtanal
Analisa hidraulis dilakukan dengan bantuan Software Hec RAS, yaitu software 1 dimensi untuk mensimulasikan hidraulika sungai. Hasil dari simulasi hidraulika berupa kedalaman dan kecepatan aliran sebagai fungsi waktu pada  ruas sungai mulai dari muara ke hulu sepanjang 60 km.
Data hasil pengukuran bathimetri dari PT Puserbumi (2006) dioverlaykan dengan peta RBI untuk mengkaji lokasi-lokasi dimana terjadi perubahan garis tebing sungai.
Data salinitas dari Balitbang Riau tahun 2005 dioverlay dengan hasil simulasi hidraulis pada waktu yang sama. Hasil overley ini dipakai untuk mengkaji pengaruh arus pasang (dan kemungkinan terjadinya Gelombang Pasang Bono) terhadap peningkatan salinitas di beberapa lokasi tinjauan.

4. Hasil dan Pembahasan
Lokasi Bono
Seperti telah dijelaskan di depan, Gelombang Bono merupakan Tidal Bore, yang dibangkitkan oleh bertemunya arus pasang dengan arus sungai pada muara Sungai Kampar yang berbentuk divergen (‘V’).  Muara sungai Kampar diberikan pada Gambar 6, dimana diperlihatkan muara Sungai Kampar yang menguncup (divergen). Gambar 6 bersumber dari Peta Rupa Bumi (Bakosurtanal) yang merupakan interpretasi foto udara pada Tahun 1999.

Gambar 6 Lokasi terjadinya Bono

Bono yang menjalar menuju ke hulu melewati alur sungai yang semakin menyempit. Saat melewati Pulau Muda, gelombang pasang ini terpisah menjadi dua, sebagian lewat alur di sebelah kiri, dan sebagian lagi lewat alur sebelah kanan Pulau Muda.
Di Tanjung Perbilahan Bono yang terpisah tersebut saling bertemu, menghasilkan momentum yang mengakibatkan Gelombang Bono semakin besar. Penduduk setempat menyebut peristiwa ini sebagai ‘Bono yang bertepuk’. Di Tanjung Perbilahan, Gelombang Bono terjadi paling besar.
Gambar 8 berikut ini menunjukkan kejadian Bono yang diambil di Tanjung Perbilahan, pada Tanggal 12 Oktober 2006 ( 19 Ramadhan) yang bukan merupakan bulan purnama ataupun bulan mati, sehingga Bono yang terekam tidak mempunyai ukuran besar. Bono terbesar terjadi pada saat bulan purnama atau bulan mati (Tanggal 15 dan tanggal 1 pada sistem Kalender Komariah), terutama pada bulan November dan Desember, yaitu saat debit air Sungai Kampar besar.

Gambar 8. Kondisi Bono pada tanggal 12 Oktober 2006 (19 Ramadhan)

Gelombang Bono tersebut menjalar ke hulu dengan kecepatan sekitar 40 – 50 km/jam, sehingga akan sampai di Tanjung Perbilahan, yang berjarak sekitar 42 km dari muara, 1 jam setelah waktu pada saat puncak pasang tertinggi di muara. Dari Tanjung Perbilahan, Bono menjalar terus ke hulu sampai ke Teluk Meranti. Kondisi alur sungai di Teluk Meranti membelok ke utara, yang berakibat Bono yang sampai ke Teluk Meranti sebagian dibelokkan ke utara, sebagian lagi menerjang pantai Teluk Meranti. Bono yang membelok ke utara  akan semakin mengecil sampai di Tanjung Pungai. Sedangkan Bono yang menerjang Pantai Teluk Meranti, sebagian air melimpas menggenangi daratan Teluk Meranti, sebagian lagi dipantulkan kembali ke hilir. Bono hasil pantulan ini sering menelan korban perahu motor/kapal, karena pengemudi perahu tidak menduga ada gelombang Bono yang berasal dari hulu.
Pengaruh Bono Terhadap Lingkungan Muara Sungai Kampar
Fenomena penggerusan seperti dijelaskan di atas dapat menjelaskan bahwa menjalarnya Bono ke hulu Sungai Kampar akan mengangkut sedimen dasar dari muara ke hulu. Sedimen tersebut akan terendapkan di daerah dimana Gelombang Bono sudah mengecil. Kondisi ini ditunjukkan dengan banyak terbentuknya pulau‑pulau besar dan kecil di tengah Sungai Kampar mulai dari hulu sungai (sebelum Desa Teluk Meranti) sampai mendekati muara. Diperkirakan pulau‑pulau yang ada ini terbentuk karena adanya endapan pasir dan lumpur yang dibawa oleh gelombang "bono" dari laut masuk ke perairan Sungai Kampar.
Kondisi Sungai Kampar bagian hilir sangat dipengaruhi oleh fenomena Bono, disamping arus air Sungai Kampar yang relatif deras.  Untuk mendapatkan data perubahan garis tepi sungai, dilakukan inventarisasi permasalahan fisik yang ada di lapangan. Inventarisasi ini dilakukan dengan peninjauan lapangan, wawancara dengan masyarakat dan instansi terkait, dan dari laporan studi terdahulu. Pada umumnya jenis permasalahan fisik muara sungai dapat dikelompokkan sebagai berikut ini.
1.      Permukiman yang terlalu dekat dengan garis sungai, berada pada sempadan sungai, terutama di Teluk Meranti yang berada di belokan sungai. Pada saat Gelombang Bono menghantam perumahan di Teluk Meranti, air sungai disamping menghantam perairan juga air masuk ke perumahan sampai mencapai 1 m dari muka tanah.
2.      Erosi dari arus sungai yang mengikis tebing sungai, maupun pulau-pulau yang berada di tengah sungai.
3.      Intrusi air laut (gangguan terhadap sumur penduduk).
4.      Kerusakan mangrove
5.      Proses sedimentasi akan menyebabkan agradasi yang tidak menguntungkan, disatu sisi, di sisi lain hal ini akan dapat diambil manfaatnya.

Deposisi dan Sedimentasi
Tingginya konsentrasi angkutan sedimen di Muara Sungai Kampar disebabkan besarnya sedimen pasir yang terbawa Bono. Sedimen tersebut pada lokasi-lokasi tertentu akan terdeposit yang berakibat pendangkalan dasar sungai. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam masalah transportasi perairan, karena akan menyebabkan mudah kandasnya perahu-perahu yang lewat. Untuk mengatasi pendangkalan biasanya dilakukan dengan pengerukan yang menghabiskan biaya besar. Erosi dan sedimentasi di muara sungai tersebut dapat mengakibatkan mundur atau majunya garis sungai. Erosi bisa terjadi secara alami oleh gerusan arus air Sungai Kampar dan dapat juga saat terjadi Bono besar. Gambar berikut ini menunjukkan kondisi garis batas sungai yang diambil dari Peta Rupa Bumi Tahun 1999. Pada gambar tersebut juga di-overlay-kan titik-titik dimana dilakukan pengukuran bathimetri dasar sungai pada Tahun 2006 (PT. Puser Bumi).


Gambar 9. Peta garis sungai dioverlaykan dengan lokasi pengukuran bathimetri. (PT. Puser Bumi, 2006)

Beberapa kerusakan/perubahan garis sungai secara lebih detail dijelaskan sebagai berikut ini.
a. Lokasi di sekitar Pulau Muda
Gambar berikut menunjukkan detail kondisi perubahan alur sungai di sekitar Pulau Muda.

Gambar 10. Perubahan Garis Pinggir Sungai Kampar di Pulau Muda
Dari gambar tersebut diperlihatkan adanya perubahan tebing sungai maupun tebing Pulau Muda. Background gambar tersebut merupakan kondisi alur sungai yang diambil dari peta rupa bumi berdasarkan foto udara Tahun 1999. Sedangkan garis putus-putus menunjukkan garis tebing sungai pada saat pengukuran bathimetri (Tahun 2006). Diperlihatkan pada gambar tersebut terjadinya deposisi di Pulau Muda bagian utara yang berakibat bergesernya garis batas pulau ke utara, sedangkan tebing sungai terkikis sehingga garis batas sungai bergeser ke utara.
Alur sungai yang menyempit dan terbelah oleh Pulau muda mengakibatkan kecepatan aliran yang lewat alur sebelah kiri (utara) maupun alur sebelah kanan (selatan) lebih besar dibandingkan kecepatan aliran di hulu Pulau Muda. Hal ini berakibat proses erosi tebing sungai berlangsung sangat intensif. Disamping itu arus pasang, pada sebagian waktu membangkitkan Bono, membawa banyak sedimen dari laut yang masuk ke muara yang berakibat proses deposisi.
b. Lokasi di sekitar Muara Anak Sungai Serkap
Gambar berikut merupakan kondisi alur sungai di sekitar muara Anak Sungai Serkap. Diperlihatkan pada gambar tersebut, terjadi abrasi/gerusan di sisi kanan tebing sungai Kampar (diperlihatkan dengan garis putus-putus)

 
Gambar 11. Kondisi Alur Sungai Disekitar muara Anak Sungai
Tinjauan Salinitas di Muara Sungai Kampar
Untuk melihat lebih detail pengaruh pasang surut terhadap salinitas di sepanjang muara Sungai Kampar, dilakukan analisa hidraulika dengan bantuan Model Hec RAS. Data salinitas selama 15 hari di Pulau Muda, Sei serkap, dan di Tanjung Rengas, diambil dari data sekunder yang diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan PemProv Riau pada Tahun 2005. Simulasi hidraulis dengan Hec RAS dilakukan pada tanggal dan jam yang sama dengan data salinitas, dimana hasil simulasi numerik tersebut ditampilkan pada gambar yang sama dengan data pasang surut di Muara Sungai Kampar, seperti diberikan pada Gambar 12 – Gambar 14.  Pada gambar tersebut ditampilkan untuk sebagian data pada saat elevasi pasang tinggi dan arus sungai dari hulu rendah.
 Gambar 12 Pengaruh Hidraulika Gelombang Pasang terhadap Salinitas di Sekitar Pulau Muda




Gambar 14 Pengaruh Hidraulika Gelombang Pasang terhadap Salinitas di Sekitar Tj. Rengas


Pada Gambar 12 dan 13 diperlihatkan elevasi muka air di sekitar Pulau Muda, yang merupakan hasil simulasi numerik dengan Hec RAS, pada jam ke 144 sampai jam ke 192. Data salinitas hasil pengukuran oleh Badan Penelitian dan Pengembangan PemProv Riau pada Tahun 2005 juga diperlihatkan pada gambar tersebut.  Dari kedua data tersebut, diperlihatkan meningkatnya salinitas di Pulau Muda dan di Sei Serkap beberapa saat setelah pasang tinggi (terbentuknya Bono). Salinitas tertinggi terjadi di Pulau Muda sekitar 3 jam setelah elevasi air pasang di Muara Sungai, sedangkan salinitas tertinggi di Sei Serkap terjadi sekitar 1 jam sesudahnya. Sedangkan di Tanjung Rengas (Gambar 14), dimana fluktuasi muka air oleh pasang surut sudah kecil,  pengaruh Bono terhadap peningkatan salinitas tidak terlihat dengan jelas.

5. Kesimpulan
Dari hasil kajian fenomena Bono di Muara Sungai Kampar dapat diperoleh beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut ini.
1.      Bono merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh gelombang pasang surut yang bertemu dengan arus Sungai (S. Kampar). Kondisi muara yang berbentuk ’V’ (corong) memungkinkan pertemuan kedua macam arus tersebut membangkitkan terbentuknya Bono. Gelombang Bono termasuk dalam kategori Tidal Bore, yang menjalar menuju ke hulu sampai di Tanjung Pungai (sekitar 60 km dari muara).
2.      Bono mulai terbentuk dan membesar di kanan kiri Pulau Muda, akibat penyempitan alur sungai karena adanya pulau (P. Muda) di tengah-tengah alur sungai. Bono terbesar terjadi di Tanjung Perbilahan, yang terbentuk karena bertemunya Bono yang sudah terbentuk di kanan-kiri Pulau Muda.
3.      Fenomena Bono dapat dianalogikan dengan loncat air tipe undular pada kondisi stasioner. Dari literatur disimpulkan bahwa terjadi kenaikan tegangan geser di bawah gelombang yang paling depan, sehingga Bono berpotensi mengangkut sedimen ke hulu.
4.      Akibat transpor sedimen yang besar oleh Gelombang Bono, berakibat pada perubahan morfologi sungai, berupa pendangkalan di beberapa lokasi di alur sungai dan perubahan garis pinggir sungai di sekitar Pulau Muda dan di sekitar Muara Anak Sungai Serkap.
5.      Dari kajian data salinitas, diperlihatkan meningkatnya salinitas di sekitar Pulau Muda dan di Sei Serkap beberapa saat setelah pasang tinggi (terbentuknya Bono).
Saran
Untuk dapat menilai kelayakan tentang berbagai potensi pengembangan pemanfaatan Sumberdaya Air dari Sungai Kampar diperlukan penelitian lebih lanjut, baik yang terkait dengan pengembangan transportasi, pariwisata, pengambilan pasir, maupun untuk pengembangan pertanian pasang surut.

6. Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Saudara Rezi, Arvandi dan Fachrudin yang telah banyak membantu dalam analisa data.

7. Daftar Pustaka
Badan Penelitian dan Pengembangan PemProv Riau, 2005, Penelitian Pemanfaatan Endapan Pasir akibat Gejala Alam Fenomenal (Bono) di Kuala Sungai Kampar.
Chanson, H, 2003, Mixing and Dispersion in Tidal Bores : A Review, Proc. Intl Conf. on Estuaries & Coasts ICEC 2003 Nov. 9-11, 2003, Hangzhou, China.
Departemen Pekerjaan Umum, 2006, Studi Potensi Back Water (Bono) di Muara Sungai Kampar.
Donnelly and H. Chanson, 2002, Environmental Impact of Tidal Bores in Tropical Rivers, Proc. 5th Intl River Management Symp., Brisbane, Australia.
Donnelly and H. Chanson, 2006, Environmental Impact of Undular Tidal Bores in Tropical Rivers, Environmental Fluid Mechanics (2005) 5: 481–494, Springer.
Deshidos, 2006, Data Pasang Surut
Rezi F., 2007, Analysis of Design Flood Hydrograph and Capacity of Kampar River in Riau Province

Tidak ada komentar:

Posting Komentar